#KaburAjaDulu: Nasionalisme Bukan Soal Bertahan di Tanah Kelahiran
![]() |
Cahunsoedcom/Nur Zakiyatul |
Beberapa waktu terakhir, media sosial ramai membahas fenomena #KaburAjaDulu di Indonesia. Fenomena ini sering dianggap sebagai ekspresi seseorang yang memilih pergi atau menghindari suatu situasi, terutama dalam kondisi yang buruk, entah dalam konteks hubungan, keluarga, pekerjaan, maupun tanggung jawab lainnya. Tren ini menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat. Apakah #KaburAjaDulu mencerminkan hilangnya nasionalisme sebagai warga negara Indonesia, atau justru ekspresi kekecewaan mendalam rakyat terhadap pemimpinnya?
Fenomena Kabur Aja Dulu memiliki sisi positif dan negatif. Dari sudut pandang positif, tagar ini mencerminkan usaha masyarakat Indonesia untuk merantau ke luar negeri guna mencari kehidupan, pencapaian, pekerjaan, serta ekonomi yang lebih baik. Kabur Aja Dulu juga dapat dianggap sebagai bentuk self-care, yakni upaya seseorang menyelamatkan diri dari lingkungan yang toxic atau penuh tekanan. Melihat kondisi negeri yang tidak baik-baik saja, memilih untuk pergi dapat menjadi strategi bertahan hidup yang rasional.
Namun, dari perspektif negatif, tagar ini dipandang sebagai bentuk pelarian masyarakat Indonesia dari kekalutan pemerintah. Pergi ke luar negeri dianggap sebagai cara untuk menghindari keresahan yang terjadi di dalam negeri. Selain itu, ada anggapan bahwa Kabur Aja Dulu merupakan bentuk eskapisme dan mencerminkan hilangnya jiwa nasionalisme di kalangan masyarakat.
Fenomena ini juga dapat dipahami sebagai bentuk kecemasan dan kekecewaan generasi muda terhadap kondisi tanah air. Berbagai aspek kehidupan sosial, politik, pendidikan, ekonomi, hingga lapangan pekerjaan dinilai tidak mendukung masa depan mereka. Merespons fenomena ini, pemerintah pun turut angkat bicara. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 17 Februari 2025, menyatakan, “Kalau ada (tagar) Kabur Aja Dulu, dia ini warga negara Indonesia apa tidak? Kalau kita ini patriotik sejati, kalau memang ada masalah kita selesaikan bersama.” Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah memandang tren Kabur Aja Dulu sebagai indikasi kurangnya sikap patriotik terhadap tanah air.
Ramainya #KaburAjaDulu mencerminkan kekecewaan masyarakat, terutama anak muda, terhadap kebobrokan pemerintah. Fenomena ini bukanlah sekadar tren, melainkan sebuah gertakan dan peringatan atas ketidakadilan yang dirasakan rakyat. Seakan-akan pemerintah tidak hanya membiarkan rakyat kesulitan, tetapi justru semakin menekan hingga mereka merasa kehabisan pilihan.
Dengan demikian, #KaburAjaDulu bukanlah tanda hilangnya jiwa nasionalisme, melainkan justru ekspresi kecintaan anak muda terhadap negerinya. Mereka tidak ingin Indonesia semakin rusak oleh kepemimpinan yang dinilai zalim. Oleh karena itu, pertanyaan yang lebih tepat bukanlah apakah masyarakat kehilangan nasionalisme, tetapi siapa yang sebenarnya tidak memiliki jiwa nasionalisme, rakyat atau pemerintah?
Penulis: Aika Putri Hasnarani
Editor: Anyalla Felisa
Posting Komentar untuk "#KaburAjaDulu: Nasionalisme Bukan Soal Bertahan di Tanah Kelahiran"