Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BEM FISIP Vakum 8 Tahun: Forum Diskusi, Aspirasi, dan Advokasi Melemah

Cahunsoedcom/Chitra Dewi

Keberadaan BEM FISIP yang Lama Vakum

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Unsoed terus menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa. Sejak vakum pada 2017, keberadaan BEM FISIP kerap dipertanyakan, terutama mengingat fungsinya sebagai perwakilan mahasiswa dan kontrol sosial di lingkungan kampus FISIP.

Salah satu alumni mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2018, Galih Satria, menyebutkan bahwa setelah pergantian kepengurusan BEM FISIP pada 2017, fungsi sosial-politiknya melemah. Pada 2019, Wakil Dekan 3 FISIP mengusulkan pembentukan pemilihan raya (Pemira), namun tidak ada yang mencalonkan diri.

“Pada 2019, di bawah WD 3 Pak Sabiq, panitia Pemira terbentuk, namun pendaftaran tetap kosong meski diperpanjang,” ujar Galih, Sabtu (22/3/25).

Upaya Pembentukan yang Tidak Berlanjut

Dinamika pembahasan BEM pada 2020 tidak berlanjut hingga 2021. Isu ini kembali mencuat pada 2022, dengan adanya kesadaran untuk merealisasikannya. Namun, tanpa sosok penggerak, upaya tersebut kembali gagal.

“Isu ini mulai naik lagi di akhir 2022. Waktu itu ada komunikasi dan aliansi terkait fasilitas. Saat konsolidasi, banyak yang sepakat, tapi tidak ada yang benar-benar bergerak. Ini jadi masalah klasik dalam pembentukan BEM. Tahun 2022, 2023, 2024 pun stagnan, paling hanya jadi topik saat ospek atau PKK,” ujar Galih.

Galih menilai ketiadaan BEM di FISIP menyebabkan semakin menurunnya intensitas forum diskusi isu fakultas maupun nasional. Mahasiswa pun kesulitan menyalurkan aspirasi, sementara komunikasi dengan fakultas dan universitas menjadi terhambat.

“Transformasi isu menjadi terhambat, nggak ada otoritas yang menanamkan doktrin kefisipan. Siapa yang bertanggung jawab? FISIP punya fungsi sosial-politik, bukan sekadar kumpul-kumpul. Misalnya, soal RUU TNI, siapa yang membahas? Teman-teman yang bikin banner itu langkah bagus, tapi tetap tidak ada yang menggerakkan secara sistematis,” ujar Galih.

Pandangan Wakil Dekan 3 FISIP

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FISIP Unsoed, Tyas Retno, menilai bahwa keberadaan BEM sangat penting bagi mahasiswa, terutama dalam menyuarakan aspirasi mereka mengenai berbagai isu yang sedang terjadi.

“Kalau sekarang kan saya lebih melihat bahwa banyak persoalan yang tidak cukup jika hanya diadvokasi di level UKM atau HMJ saja. Misalnya, tahun lalu ada isu kenaikan UKT atau verifikasi online yang berkaitan dengan registrasi. Itu akan lebih pas jika diadvokasi oleh BEM. Begitu juga dengan isu SKPM dan sarpras, itu akan lebih kuat jika ada advokasi dari BEM,” ujarnya, Rabu (26/3/25).

Ia juga menekankan bahwa tanpa BEM, sulit bagi mahasiswa untuk menyampaikan isu-isu lintas sektoral yang tidak hanya terbatas pada UKM atau HMJ.

“Menurut saya, bagi mahasiswa, BEM menjadi sangat urgent karena bisa menyuarakan persoalan-persoalan di tingkat fakultas. Termasuk ketika kita ingin menyampaikan isu yang cakupannya luas, tanpa BEM, kita berbicara atas nama siapa?” lanjutnya.

Peran Fakultas dalam Pembentukan BEM

Tyas menegaskan bahwa pembentukan BEM tidak hanya bergantung pada mahasiswa, tetapi juga melibatkan peran birokrasi. Namun, fakultas hanya bertindak sebagai fasilitator dan tidak akan melakukan intervensi secara berlebihan.

“Prinsipnya, fakultas hanya sebagai fasilitator. Itu yang perlu saya garis bawahi. Kami tidak akan mengintervensi terlalu dalam karena ini adalah kebutuhan mahasiswa. Mahasiswa yang membutuhkan, kemudian mahasiswa yang seharusnya sadar seberapa penting kebutuhan itu,” pungkasnya.

Reporter: Ardi Irianto, Carlina Ayu

Penulis: Frenita Lian

Editor: Anyalla Felisa

1 komentar untuk "BEM FISIP Vakum 8 Tahun: Forum Diskusi, Aspirasi, dan Advokasi Melemah"