Implementasi Program MBKM Magang: Bagaimana Dampaknya terhadap Eksistensi Organisasi?
Nurul Fattimah |
Pada
akhir Januari 2020 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbud Ristek) telah meluncurkan program Kampus Merdeka. Kampus Merdeka merupakan
keberlanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Kebijakan Merdeka Belajar Kampus
Merdeka (MBKM) yang diluncurkan Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, merupakan
kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan
dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan
yang tinggi.
Setidaknya
terdapat sembilan program Kampus Merdeka yang bisa diikuti oleh mahasiswa, salah
satunya adalah program MBKM Magang dan Studi Independen Bersertifikat.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi sangat antusias dalam merespons
program tersebut. Dilansir dari dikti.kemdikbud.go.id,
pada semester lalu, 13.272 mahasiswa mengikuti program MBKM Magang dan Studi
Independen Bersertifikat 2021, mereka pun aktif menjalankan rangkaian kegiatan dan
program di dalamnya.
Program MBKM Magang dan Studi Independen Bersertifikat menjadi pilihan banyak mahasiswa dibandingkan dengan program magang lainnya di luar sana. Bagaimana tidak? MBKM atau yang juga dikenal dengan Kampus Merdeka menawarkan program magang setara 20 SKS, yang berarti mahasiswa bisa mengonversi satu semester kuliahnya dengan mencari pengalaman riil bekerja di perusahaan. Tentunya dengan anggapan bahwa pengalaman ini akan membantu memperindah isi CV dan portofolionya.
Realitas program MBKM Magang tersebut memang terlihat baik-baik saja, tetapi tidak bagi keberlangsungan organisasi mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki minat tinggi terhadap implementasi program MBKM Magang akan memiliki tingkat keterlibatan yang juga tinggi terhadap berbagai rangkaian kegiatan di dalamnya. Keterlibatan ini nyatanya berdampak terhadap keberadaan dan keberlangsungan organisasi mahasiswa, baik himpunan mahasiswa (Hima), unit kegiatan mahasiswa (UKM), maupun yang lainnya.
Ketika
dihadapkan pada pilihan, tentu semua orang akan memilih pilihan yang dianggap
lebih menguntungkan, termasuk mahasiswa. Dahulu, ketika ditanya apa kegiatan
yang superior bagi mahasiswa, jawabannya adalah organisasi, tetapi banyak dari
mahasiswa sekarang justru berlomba-lomba untuk magang. Hal tersebut menjadikan
eksistensi organisasi kian tergerus, terlebih di tengah pandemi yang menjadikan
organisasi tidak dapat seutuhnya “terbang” sebebas dahulu. Bahkan, esensinya
pun tidak dapat dirasakan secara maksimal oleh anggotanya.
Animo
berorganisasi ditantang oleh makin terbukanya kesempatan magang bagi mahasiswa.
Kontribusi, regenerasi, hingga kaderisasi pun berjalan tidak lagi semaksimal
sebelumnya. Kegiatan berjalan ala kadarnya dan tidak benar-benar mencerminkan
tujuan akibat terlalu sibuk menjaga keutuhan internal—pengurus yang
“menghilang” menjadi salah satu faktor yang memengaruhinya. Eksistensi yang
makin redup pun membuat pamornya kian menurun, sehingga banyak anggapan yang
muncul, “Untuk apa organisasi, masih mending …” dengan
pandangan bahwa ada program lain, termasuk magang, yang lebih menguntungkan
dibanding organisasi.
Padahal,
organisasi adalah tempat paling aman bagi mahasiswa untuk “berbuat kesalahan”
dan belajar. Berbeda dengan magang, yang notabenenya sudah berbicara tentang perusahaan dan bisnis.
Organisasi diibaratkan sebagai langkah
pertama untuk mencari pengetahuan dan pengalaman sebelum memasuki dunia kerja,
yang salah satunya adalah magang itu sendiri. Namun, realitasnya organisasi
sering kali dianggap kurang berinovasi dan beradaptasi yang menjadikannya
dianggap tidak relevan lagi bagi beberapa kalangan mahasiswa.
Keterlibatannya menjadi hal yang patut dipertanyakan, apakah masih menjadi bagian atau sudah melepaskan. Organisasi mungkin belum sempurna untuk menjadi pilihan satu-satunya di tengah menggiurkannya tawaran program MBKM Magang yang bermitra dengan berbagai perusahaan ternama. Namun, organisasi sangat layak untuk diperjuangkan. Organisasi menjadi tempat pertama kali belajar memimpin, tentang dipercaya dan mempercayai orang lain, yang membuka pikiran serta pandangan baru untuk bisa beradaptasi.
Organisasi terbentuk dari orang-orang yang selalu ingin menjadi lebih baik—bagi diri sendiri dan bagi organisasi. Kekurangannya dibanding program MBKM Magang maupun yang lainnya adalah hal yang bisa diperbaiki. Organisasi harus memiliki value yang tidak kalah saing dengan program lain, termasuk program MBKM Magang. Tanpa disadari, banyak mahasiswa berkembang karena organisasi. Namun, banyak pula mahasiswa yang justru menganggap organisasi tidak lagi relevan untuk diikuti, terlebih di tengah implementasi program MBKM Magang. Padahal, relevan atau tidaknya, tergantung kultur organisasi yang dipilih dan pribadi mereka sendiri.
Penulis: Silvia Sulistiara
Editor: Anisa P M C
komentar yang bagus
BalasHapus