Kuliah Online: Irisan Keresahan Dosen dan Mahasiswa
Ilustrasi (Cahunsoedcom / Nadinta Zulfa) |
Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 memberikan dampak pada segala
bidang kehidupan, salah satunya pada bidang pendidikan yang memaksa proses
pembelajaran perkuliahan dilakukan secara daring. Pasalnya, kuliah daring sudah
satu tahun berjalan, tetapi masih banyak persoalan yang terjadi.
Sebagian dosen dan mahasiswa menyesalkan kuliah daring karena dinilai kurang
efektif. Di sisi lain, sebagian dosen dan mahasiswa merespons positif kuliah
daring karena lebih fleksibel dalam mengikuti perkuliahan tanpa terikat waktu
dan tempat. Namun ternyata respons positif tersebut tidak sebanding dengan
berbagai permasalahan yang dirasakan oleh dosen maupun mahasiswa.
Permasalahan Dosen dan Mahasiswa
Kuliah daring tak luput dari permasalahan dan kendala perkuliahan yang
sangat beragam. Tidak sedikit kasus dimana dosen dan mahasiswa mengeluh karena
ketersediaan jaringan internet yang mengakibatkan penyampaian materi dari dosen
tidak maksimal. Bahkan, tak jarang dosen dan mahasiswa terpaksa tidak bisa
mengikuti perkuliahan.
Penggunaan kuota internet yang tidak sedikit juga menjadi permasalahan dalam
kuliah daring khususnya mahasiswa. Selama satu hari, mahasiswa mengikuti
perkulihan hingga berjam-jam, tetapi bantuan kuota yang diberikan oleh
Kemendikbud masih dirasa kurang. Hal ini menjadikan mahasiswa perlu merogoh
kantong untuk membeli kuota tambahan.
Permasalahan lainnya adalah terkait kemampuan pengoperasian perangkat
digital yang berbeda-beda. Beberapa dosen senior mengaku sulit memahami
penggunaan teknologi untuk mendesain kreativitas dalam mengajar sehingga mereka
memilih untuk menggunakan platform pembelajaran lain yang lebih sederhana
daripada platform e-learning yang telah disediakan institusi. Hal itu
dikarenakan fitur yang ada di e-learning institusi dirasa rumit dan sering
mengalami trouble.
Dengan terpaksa, dosen menggunakan platform lain yang beragam seperti Google
Classroom dan Whatsapp. Padahal platform selain e-learning dari institusi untuk
presensi, tugas, dan penilaian tidak dapat diintegrasikan dengan Sistem
Informasi Akademik (SIA). Hal ini mengakibatkan beban administrasi dosen bertambah,
selain harus membuat presensi manual, dosen juga merekap hasil tugas dan ujian
mahasiswa secara manual.
Platform yang beragam ini juga menyulitkan mahasiswa untuk mengakses
perkuliahan. Mahasiswa merasa kebingungan dikarenakan masing-masing mata kuliah
menggunakan platform yang berbeda. Akibatnya, mahasiswa sering terlewat
presensi bahkan terlambat mengumpulkan tugas. Selain itu, permasalahan
eksternal yang sering dikeluhkan mahasiswa yaitu kurang kondusifnya keadaan
lingkungan rumah yang menjadikan mahasiswa sulit berkonsentrasi selama
perkuliahan.
Proses Transfer Ilmu selama Kuliah Daring
Semua permasalahan selama kuliah daring berimbas pada tingkat pemahaman
mahasiswa terhadap materi perkuliahan. Hal ini menjadikan proses transfer ilmu
antara dosen dan mahasiswa tidak optimal. Dosen sebagai tenaga pendidik
memiliki peranan penting dalam keberlangsungan kuliah daring yang mana
ditempatkan sebagai subjek yang harus melakukan proses transfer ilmu kepada
mahasiswa. Dosen memerlukan strategi untuk terus berinovasi agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
Dalam praktik pelaksanaannya, dosen hanya memberikan tugas yang menumpuk
tanpa memberikan umpan balik (feedback). Bahkan beberapa dosen tidak melakukan
kuliah sinkronus, melainkan hanya memberi bahan pengajaran. Sama halnya dengan
mahasiswa yang sebatas hadir dalam perkuliahan, mengisi presensi, dan
mengumpulkan tugas.
Dalam proses transfer ilmu, sebagian mahasiswa merasa kesulitan dalam
memahami materi karena interpretasi tiap mahasiswa berbeda-beda, persoalan
jaringan pada saat pelaksanaan kuliah daring juga menjadi salah satu faktor
penentu tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi yang disampaikan. Ini
menjadi salah satu penyebab mahasiswa merasa enggan untuk mengajukan pertanyaan
dalam perkuliahan sehingga perkuliahan menjadi kurang interaktif.
Dosen dan mahasiswa terkesan hanya sebatas menggugurkan kewajiban tanpa
mengingat tujuan awal dari sebuah pendidikan. Bahwasanya, tujuan pendidikan itu
harus senantiasa mengacu kepada tiga ranah yang melekat pada mahasiswa, yaitu
ranah proses berfikir/kognitif, ranah nilai sikap/afektif, dan ranah
keterampilan/psikomotorik (B. S. Bloom 1956). Kuliah daring dalam praktik
pelaksanaannya cendurung hanya kepada pemenuhan aspek kognitif dan psikomotorik,
sedangkan aspek afektif mengalami stagnasi. Seyogyanya setiap perguruan tinggi
dapat memberikan bekal afektif yang sejalan dengan upaya peningkatan ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa (Prof. Intan Ahmad, Ph.D.)
Praktik pendidikan selama kuliah daring sejalan dengan gagasan yang
dikemukakan oleh Paulo Freire yang dikenal dengan istilah “gaya bank” yaitu
pendidikan yang menjadikan dosen sebagai pemeran utama dan mahasiswa harus
menerima apapun yang disampaikan oleh dosen, mahasiswa tidak diberikan ruang
gerak yang bebas sehingga yang dihasilkan bukan mahasiswa yang kritis,
melainkan mahasiswa yang seperti robot.
Optimal tidaknya proses transfer ilmu selama kuliah daring dipengaruhi oleh
partisipasi antara mahasiswa dan dosen. Kuliah daring dapat terus di evaluasi
oleh mahasiswa, dosen, maupun institusi agar proses pendidikan dapat dijalankan
lebih baik tanpa mengurangi esensi pendidikan itu sendiri.
Penulis: Laely Arifah
Reporter: Laely Arifah, Fildzah Lathifah
Editor: Annisa PMC, Rafli Nugraha
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera
Referensi :
Herdiana, Dian. 2020. Permasalahan Kuliah Daring bagi Dosen dan Mahasiswa.
https://www.kompasiana.com/kyberdian/5f6e0187097f3621ee4fd592/permasalahan-kuliah-daring-bagi-dosen-dan-mahasiswa?page=all#section1
(diakses: 24 April 2021)
Muzaqi, Fahrul. 2020. Menguji Efektivitas Kuliah Daring.
https://ikilhojatim.com/menguji-efektivitas-kuliah-daring/ (diakses: 25 April
2021)
Posting Komentar untuk "Kuliah Online: Irisan Keresahan Dosen dan Mahasiswa"