SULUH: Carut-Marut Sistem Pemerintahan FISIP
SULUH EDISI NOVEMBER
2015
Laporan Utama
Oleh: Erlina Fury
Santika
lima menteri meninggalkan jabatan, proker berjalan berantakan, pertanggungjawabanpun belum diselesaikan, lalu lahirlah musma yang serba dadakan
Setiap kampus memiliki system pemerintahan mahasiswa guna menjaga dan mengatur pola dinamisasi kampus. FISIP (Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik), seperti kampus lainnya memiliki system pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa elemen, yakni BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), DLM (Dewan Legislatif Mahasiswa), UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan). Namun amat disayangkan, selama satu periode terakhir—setelah reshuffle—roda pemerintahan ini cenderung melahirkan efek beruntun yang berdampak langsung pada dinamisasi kampus di dalamnya. Pasalnya, elemen-elemen pemerintahan FISIP tersebut kurang bersinergi satu sama lain sehingga berdampak pada sepinya kegiatan FISIP saat ini. Hal ini bias dilihat dari sepinya kegiatan besar FISIP seperti PKK FISIP,
Baktisosial (baksos), Pekan Olahraga Seni FISIP (Posesif), juga pada
acara-acara yang di adakan UKM/HMJ.
Sebagai sentral pemerintahan mahasiswa di FISIP, Badan Ekskutif Mahasiswa yang terdiri atas lima Kementrian dinilai kurang optimal dalam kinerjanya. Menteri Advokasi Sosial Politik, Mohammad Setiawan, menjelaskan ketidak jelasan dalam koordinasi antara menteri dan staff, sebagai pemicu utamanya. Hal ini berdampak pada program kerja (proker) yang sudah direncanakan menjadi kurang maksimal. “Koordinasi (dengan staff) hanya dilakukan ditataran teknis. Pada prosesnya justru sipembuat konsep tidak jalan,” ujarnya.
Kurang optimalnya kinerja di tiap-tiap kementrian BEM juga berdampak pada UKM HMJ yang berjalan seiringan, sehingga member penilaian rendah dan rasa tidak percaya terhadap BEM. Seperti kekecewaan yang disampaikan salah satu Ketua HMJ Komahi (Korps Mahasiswa Hubungan Internasional), Adhi Mulya. Dengan tegas, Ia menyatakan bahwa BEM sangat pasif dalam menanggapi isu ataupun aksi, serta kegiatan lainnya yang mendukung kreatifitas, keaktifan, dan rasa kesadaran akan organisasi terhadap mahasiswa. “Jujur jika ada indicator penilaian BEM, dan itu menggunakan skala 10-100, saya member angka 40 untuk BEM,” kata Adhi Mulya.
Ketidak percayaan tersebut membuat UKM HMJ bergerak sendiri tanpa bersinergi dengan BEM. Hal senada pun disampaikan Ketua HMJ AN, Deni Wahyu Ashari. Ia mengaku beberapa acara yang diselenggarakan HMJ AN lebih massif jika informasinya disebarkan sendiri tanpa publikasi dari BEM, terutama oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi. “Ya gimana mau minta BEM, tahu sendirilah BEM-nya juga ngga massif publikasinya,” ujar Deni. Ia juga menambahkan, HMJ saat ini membutuhkan BEM hanya sebatas pada fungsi keuangan dan advokasi. “Sejauh ini BEM Cuma buat minta tanda tangan dari presbem buat pencairan dana kedekanat. Kalau soal advokasi, beberapa kali pernah kerjasama untuk pendataan masalah keringanan UKT kemarin. Sisanya, semua proker kita jalanin sendiri,” kata Deni.
Koordinasi antara BEM dengan UKM HMJ tak lepas dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Kementrian Dalam Negeri (Dagri). Adanya Kementrian Dagri untuk mempertegas garis koordinasi antara UKM HMJ, termasuk bertanggung jawab pada kegiatan di FISIP seperti Baksos, PKK FISIP, Posesif, dan sebagainya. Uray Shyta Damayanti, Menteri Dalam Negeri, menjelaskan lemahnya garis koordinasi antara BEM dengan UKM HMJ, disebabkan oleh internal Kementrian Dagri yang masih kurang paham mengatasi hal ini. “Dalam Dagrinya juga ada yang tidak pernah ikut UKM HMJ, sehingga bagaimana bertanggung jawab, tidak pernah ikut kegiatan tapi bertanggung jawab atas kegiatan,” ungkapnya. Shyta juga mengatakan perlunya pembacaan orang-orang yang akan masuk dagri. Perihal sepinya kegiatan FISIP, ia menjelaskan sulit untuk mengontrol posisi Dagri dalam kegiatan. “Saya dipercaya memegang jabatan Menteri Dalam Negeri baru dua bulan,” ujarnya singkat.
Sebagai sentral pemerintahan mahasiswa di FISIP, Badan Ekskutif Mahasiswa yang terdiri atas lima Kementrian dinilai kurang optimal dalam kinerjanya. Menteri Advokasi Sosial Politik, Mohammad Setiawan, menjelaskan ketidak jelasan dalam koordinasi antara menteri dan staff, sebagai pemicu utamanya. Hal ini berdampak pada program kerja (proker) yang sudah direncanakan menjadi kurang maksimal. “Koordinasi (dengan staff) hanya dilakukan ditataran teknis. Pada prosesnya justru sipembuat konsep tidak jalan,” ujarnya.
Kurang optimalnya kinerja di tiap-tiap kementrian BEM juga berdampak pada UKM HMJ yang berjalan seiringan, sehingga member penilaian rendah dan rasa tidak percaya terhadap BEM. Seperti kekecewaan yang disampaikan salah satu Ketua HMJ Komahi (Korps Mahasiswa Hubungan Internasional), Adhi Mulya. Dengan tegas, Ia menyatakan bahwa BEM sangat pasif dalam menanggapi isu ataupun aksi, serta kegiatan lainnya yang mendukung kreatifitas, keaktifan, dan rasa kesadaran akan organisasi terhadap mahasiswa. “Jujur jika ada indicator penilaian BEM, dan itu menggunakan skala 10-100, saya member angka 40 untuk BEM,” kata Adhi Mulya.
Ketidak percayaan tersebut membuat UKM HMJ bergerak sendiri tanpa bersinergi dengan BEM. Hal senada pun disampaikan Ketua HMJ AN, Deni Wahyu Ashari. Ia mengaku beberapa acara yang diselenggarakan HMJ AN lebih massif jika informasinya disebarkan sendiri tanpa publikasi dari BEM, terutama oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi. “Ya gimana mau minta BEM, tahu sendirilah BEM-nya juga ngga massif publikasinya,” ujar Deni. Ia juga menambahkan, HMJ saat ini membutuhkan BEM hanya sebatas pada fungsi keuangan dan advokasi. “Sejauh ini BEM Cuma buat minta tanda tangan dari presbem buat pencairan dana kedekanat. Kalau soal advokasi, beberapa kali pernah kerjasama untuk pendataan masalah keringanan UKT kemarin. Sisanya, semua proker kita jalanin sendiri,” kata Deni.
Koordinasi antara BEM dengan UKM HMJ tak lepas dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Kementrian Dalam Negeri (Dagri). Adanya Kementrian Dagri untuk mempertegas garis koordinasi antara UKM HMJ, termasuk bertanggung jawab pada kegiatan di FISIP seperti Baksos, PKK FISIP, Posesif, dan sebagainya. Uray Shyta Damayanti, Menteri Dalam Negeri, menjelaskan lemahnya garis koordinasi antara BEM dengan UKM HMJ, disebabkan oleh internal Kementrian Dagri yang masih kurang paham mengatasi hal ini. “Dalam Dagrinya juga ada yang tidak pernah ikut UKM HMJ, sehingga bagaimana bertanggung jawab, tidak pernah ikut kegiatan tapi bertanggung jawab atas kegiatan,” ungkapnya. Shyta juga mengatakan perlunya pembacaan orang-orang yang akan masuk dagri. Perihal sepinya kegiatan FISIP, ia menjelaskan sulit untuk mengontrol posisi Dagri dalam kegiatan. “Saya dipercaya memegang jabatan Menteri Dalam Negeri baru dua bulan,” ujarnya singkat.
Kecarut-marutan pemerintahan mahasiswa FISIP tak berhenti sampai disitu saja. Pasalnya, DLM yang memiliki fungsi legislasi dan mengawasi kinerja BEM juga dirasa belum maksimal. Hal ini diungkapkan Ketua Komahi, Adhi Mulya. “Kinerja DLM ngga keliatan, nyatanya BEM dan prokernya masih gitu-gitu aja. Harusnya sering koordinasi dengan BEM, kaya rutin rapat anggaran, rapat kebijakan hukum, atau rapat-rapat lain yang berhubungan dengan proker BEM. Kalong gak menjalankan tiga ini secara resmi, bagi saya mereka hanyalah sebuah simbol,” kata Adhi.
Selain itu,DLM yang betugas dalam mengatur
agenda Musyawarah Mahasiswa
(Musma), terlihat tidak siap dan terlalu terburu-buru. Tidak adanya kordinasi dengan UKM HMJ, membuat LPJ BEM sepi. Hal ini juga berdampak pada alur Musma yang tidak jelas, hingga musma tertunda tiga kali. “Kecewa sih dengan pengunduran musma ini. Itu berarti DLM belum siap menyelenggarakan musma,” kata Andhika Fachrial, Ketua HIMAKOM.
Menanggapi mundurnya jadwal musma, Irfan Nurhidayat selaku Koordinator DLM, menjelaskan bahwa DLM sudah mencoba untuk mempublikasikan musma. “Kita sudah publikasi dari medsos, pamphlet sekali doang. Saya juga kurang paham apa pamphlet harus dipublikasikan tiap harinya atau tidak,” kata Irfan. Ia menambahkan, adanya agenda dari tiap UKM HMJ, juga menjadi penyebab mengapa kuota forum kurang terpenuhi. “Memang ada beberapa UKM HMJ sedang menjalankan diksar, rapat internal, makannya bentrok. Harusnya kita bias melihat esensi musma sebagai forum tertinggi. Musma jauh lebih penting disbanding rapat apapun,” katanya.
Menarik benang kusut dari system pemerintahan mahasiswa FISIP ini, BEM sebagai organisasi sentral belum mampu berkoordinasi dengan semua elemen. Terlebih internal BEM sendiri juga mengakui kurangnya koordinasi. Sementara itu, UKM HMJ hanya menggunakan BEM sebagai legalitas dalam tataran keuangan. Disisilain, DLM belum mampu menjadi wadah yang mampu mengawasi BEM secara keseluruhan. DLM yang diisioleh para
perwakilan UKM HMJ, justru tak mampu menyampaikan kebutuhan mahasiswanya. Akibatnya, system pemerintahan FISIP pun semakin tak karuan. Banyak lembaga yang seharusnya bias saling bersinergi, justru semakin carut marut dengan tidak maksimalnya fungsi dari masing-masing lembaga yang ada.
(Laporan Khusus : UKM FISIP Masih Bermasalah)
Posting Komentar untuk "SULUH: Carut-Marut Sistem Pemerintahan FISIP"