LIPUTAN KHUSUS
Oleh: Triana Widyawati
Pembawa pikulan yang
sedang menari bersama rombongan pengantin pria tiba-tiba
terhenti. Kedatangan begal membuatnya harus mempertahankan ubarampe yang sedang
dipikulnya.
tradisi begalan |
penjemput tamu |
Sembari
tamu menyantap hidangan, terlihat mempelai wanita keluar mengenakan gaun kebaya
putih. Desi Anggit Saputri, anak pertama keluarga Ibu Ruhyati, bersiap menuju
tempat yang disediakan. Ia
duduk di samping Septian Wratna
Prihantoro, yang akan mengucapkan ijab qobul untuknya. Tak beberapa lama kemudian, tepat pukul 9 pagi, kedua mempelai ini telah resmi
menjadi pasangan suami istri. Setelah
ijab qobul, sebentar lagi kedua pengantin itu akan melakukan prosesi adat pernikahan ala tanah jawa.
Sebagai
pertanda mantu pertama, resepsi pernikahan dilengkapi dengan adat begalan. Ya,
begalan merupakan tradisi khas masyarakat Banyumas. Dengan berganti gaun kebaya
menjadi warna abu-abu disertai payet ungu, pengantin wanita keluar bersama
orang tuanya. Pengantin pria berada terpisah di luar tarub resepsi. Mempersiapkan diri memulai tradisi
nenek moyang.
pembawa pikulan |
Aprit
Supriyadi yang menari-nari sambil
membawa pikulan, tiba-tiba terhenti.
Bebarengan dengan kaset musik yang mati. Di tengah rombongan pengantin pria,
datanglah seorang begal. Dengan pakaian hitam, didominasi riasan wajah berwarna
hitam, dan berambut panjang. Reka Guna menghadang rombongan pengantin pria. Reka
Guna ini bisa diartikan sebagai perampok atau orang yang menghadang rombongan
pengantin. Mujiyono berperan sebagai Reka Guna pada begalan kali ini.
adu mulut Reka Guna dengan pembawa pikulan |
“Hai Ki, rombongan gawa abrag-abrag arep ming ndi lan ana urusan apa?” (Hai, Ki rombongan membawa abrag-abrag mau kemana dan ada urusan apa?)
Dijawablah oleh pembawa pikulan, “Aku lan rombongan arep ming umahe keluarga sing nang Karangklesem.” (Aku dan rombongan hendak pergi ke keluarga di Karangklesem)
“Ora usah kakehen omong, gawanane nggo aku bae,” kata Ki Reka Guna. (Tidak perlu banyak bicara, barangmu untuk aku saja)
Ki
Reka Guna berusaha merampas barang bawaan pembawa pikulan. Adu mulut tak
terhindarkan. Pertanyaan demi pertanyaan
Reka Guna lontarkan pada pembawa pikulan. Melihat berbagai macam barang
menempel di pikulan, ditanyailah satu persatu makna dari barang bawaan itu.
penyampaian 12 makna barang-barang pikulan |
Septian Wratna dengan Desi Anggit |
Waktu
setengah jam pun bukan waktu yang sebentar bagi orang untuk mendengarkan
nasihat. Karena itu tak jarang untuk memantik tawa dari orang yang melihatnya,
pelaku begalan saling main teplak menggunakan
barang-barang yang dipikul. “Jenaka itu perlu biar orang yang nonton ngga
bosen,” kata Aprit Supriyadi.
Hal
serupa diungkapkan oleh Dosen Sejarah Universitas Muhamadiyah Purwokerto,
Sugeng Priyadi. Meskipun
begalan masuk dalam upacara adat pernikahan, bukan berarti dalam pembawaannya selalu saklek sehingga tak ada ruang untuk guyonan. “Upacara
pernikahan yang bisa serius dan guyonan hanya ada di Banyumas,” katanya.
Aprit Supriyadi |
Tradisi
begalan yang berawal dari kisah pernikahan anak pertama Adipati Banyumas yaitu
Pangeran Tirtakencana dengan putri dari Ki Demang Gumelem yaitu Dewi Sukesi.
Pada waktu itu, rombongan pengantin pria datang membawa ubarampe atau
sesangoning urip yang merupakan pikulan beserta 12 macam perlengkapannya.
Barang-barang itu juga merupakan permintaan dari pengantin wanita.
Tanpa diduga, tiba-tiba di tengah jalan rombongan bertemu dengan begal atau Reka Guna. Begal ini berusaha akan merampok segala macam barang bawaan yang ada di pikulan. Sehingga terjadilah perkelahian. Perkelahian itu dimenangkan oleh pembawa pikulan. Dan semua barang bawaan pun terhindari dari rampasan.
Selain
tradisi begalan dengan versi cerita di atas, terdapat pula cerita lain mengenai
asal-asul begalan ini. Yaitu ketika kesalahpahaman terjadi antara pembawa
pikulan dengan perwakilan pengantin wanita. Terjadilah perkelahian karena
kekeliruan. Setelah perkelahian tidak ada yang memenangkan, akhirnya
dijelaskanlah secara detail maksud dari rombongan ini. Mendengar pernyataan
itu, perwakilan mempelai wanita merasa bersalah karena telah berbuat keliru.
antusiasme warga |
Begalan
ini selain dikenal dengan rampok, juga sebagai cara untuk memberikan nasihat
atau sesangoning urip seperti makna
dari pikulan. Menurut Seniman Begalan
Aprit Supriyadi, pemberian nasihat yang dilakukan
melalui ucapan biasa tentu akan mudah dilupakan. Namun jika pemberian petuah
ini disampaikan melalui adat begalan bisa menjadi
tontonan dan tuntunan yang menarik. Tontonan yang berarti pemberian petuah juga
sekaligus sebagai sarana hiburan bagi warga yang menontonnya. Sedangkan
tuntunan berarti menuntun atau memberi nasihat pada kedua pasangan. “Nasihat
ini untuk bekal pengantin dalam berumahtangga,” katanya dalam bahasa banyumasan.
berebut ubarampe / pikulan |
Meski
matahari sudah tinggi alunan musik jawa masih terdengar di rumah itu.
Lalu-lalang kendaraan di
jalanan berdebu dan kesibukan anak muda serta beberapa orang tua yang sibuk memainkan gadget, tak sama sekali menyurutkan suasana indah
di pernikahan itu.
warga berebut padi salah satu ubarampe |
Iman Raharjo dengan Silvi Fitriani |
warga berebut pikulan |
Sementara
itu untuk peralatan begalan yang terdiri dari 12 macam memang sudah ada pakemnya.
Namun untuk modifikasi dan menambah daya tarik warga, penambahan peralatan
tidaklah menjadi masalah. Seperti yang telah disebutkan bahwa peralatan begalan
pakemnya terdiri dari bambu, kayu, tanah liat hingga tempurung kelapa. Untuk
menambah daya tarik bisa ditambahkan dengan peralatan rumah tangga lainnya
seperti panci, wajan, sorok atau barang-barang yang lain.
Dalam
setiap penampilannya Aprit Supriyadi mencari topik terhangat untuk dibawakan
ketika melakukan begalan. Misalnya dengan memakai tokoh sinetron yang sedang
ramai ditonton masyarakat. Hal ini akan lebih mudah diterima. Bahasa yang
digunakan pun merupakan bahasa sehari-hari atau bahasa banyumasan. Cara penyampaian
makna dalam begalan memang tidak ada pakemnya. Sehingga para seniman begal seringkali
menyisipkan humor dalam setiap percakapannya. Ia juga mengatakan bahasa yang digunakan masyarakat Banyumas adalah bahasa banyumasan, bukan bahasa ngapak seperti yang orang lain biasa dengar. "Itu jadi streotipe negatif orang jawa," katanya.
***
Selesainya acara begalan di
pernikahan itu, para penjemput tamu membuka tudung saji makanan dan
mempersilahkan tamu yang hadir untuk menikmati hidangan yang baru masak. Seusai
prosesi adat dilakukan, rangkaian acara resepsi pernikahan dilanjutkan dengan
berfoto bersama pengantin.
Selanjutnya Sebelum Mendoan Menjadi Tempe
Posting Komentar untuk "LIPUTAN KHUSUS"